Sabtu, 20 Oktober 2012

Pengertian Pre Eklampsia




Pre eklampsia

1.     Pengertian pre eklampsia
          Pre eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul karena ke hamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (prawirohardjo 2005).
pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria dan edema yang kadang-kadang di sertai konvulusi sampai koma, ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (muchtar, 1998)
2.     Etiolagi
penyebab pre eklampsi saat ini tak bisa di ketahui
dengan pasti walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini suda sedemikian maju. Semuanya baru di dasarkan pada teori yang yang di hubung-hubungkan dengan kejadian. Itulah sebabnya pre eklampsi di sebut juga “ disease of theory”, gangguan kesehatan yang berasumsi pada teori . adapun teori-teori tersebut antara lain:
a.     Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada pre elampsi dan eklamsia di dapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi pengumpalan dan fibronolisi, yang kemudian akan dig anti thrombin dan plasmin. Thrombin akan mengkomsumsi anti thrombin, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit memyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terkadi vasopasme dan kerusakan endotel.
b.     Peran faktor imonologis
Pre eklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat di terangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierle FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya system imun pada penderita PE-E. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai kompleks imun dan serum, beberepa studi juga mendapatkan adanya aktifasi system komplemen pada PE-E di ikuti proteuri.
Sitirat (1986) meyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa system imun humoral dan aktivas komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa system imunologi bisa menyebabkan  PE-E.
c.      Faktor genetic
Beberapa bukti yang menunjukka  peran faktor genetic pada kejadian PE-E antara lain:
1)    Pre eklampsia  hanya terjadi pada manusia
2)    Terdapat kecendrungan peningkatan frekwensi
PE-E
3)    Kecendrungan peningkatan frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka
4)    Peran rennin-antigiotensin-aldosteron system (RAAS)

Yang jelas preeklampsi merupakansalah satu penyebab kematian pada ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan. Oleh sebab itu , bila ibu hamil suda ketahuan berisiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.

Beberapa penelitian meyebutkan beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklampsi dan eklampsi, faktor-faktor tersebut antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim. Faktor terjadinya preeklamsi umunya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan [pada wanita diatas usia 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan darah yang tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsi sebelumnya, riwayat preeklamsi pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan, mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing manis,kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.


3.     Patofisiologi.
Vasokontriksi merupakan dasar pathogenesis PE-E. vasokontriksi menimbulkan peningkatan total perifer system dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole di sertai pendarahan mikro pada tempat indotel. Selain itu Hubel(1989) mengatakan bahwa adanya vasokontriksi arteri spiralis dan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan malapdatasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksidasi, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel periksedase. Lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Periksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara periksidase terganggu, dimana periksidase dan oksidan lebih dominan maka akan timbul keadaan yang di sebut stess oksidatif.

Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plesenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferring, ion tembaga dan sulfidril yang berperan sebagai anti oksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikantan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang di lewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel indotel tersebut. Rusaknya sel-sel indotel tersebut akan mengakibatkan antra lain: adhesi dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya ensim lisososom, tromboksan dan serotonin sebahai akibat rusaknya trombosit, produksi prostasiklin terhenti, terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat komsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.

4.     Jenis-jenis preeklamsi
a)     Preeklampsi ringan.

Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.

Penyebab pre eklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala akibatnya

Gejala klinis pre eklampsia ringan meliputi :
1.     Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih; diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg; diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
2.     Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 (+2).
3.     Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
Pemeriksaan dan Diagnosis:
1.     Kehamilan lebih 20 minggu.
2.     Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit).
3.     Edema tekan pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai.
4.     Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kualitatif (++). 
Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre eklampsia ringan :
·         Banyak istirahat (berbaring tidur / mirring).
·         Diet : cukup protein, rendah karbohidraat, lemak dan garam.
·         Sedativa ringan : tablet phenobarbital  3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oral selama 7 hari.
·         Roborantia
·         Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
·         Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin,  hematokrit, trombosit, urine lengkap,asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
Penatalaksanaan rawat tinggal pasien pre eklampsia ringan berdasarkan kriteria 
1.     Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala pre eklampsia.
2.     Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu).
3.     Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklampsia berat
o    Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka preeklampsia ringan dianggap sebagai pre eklampsia berat.
o    Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.

Perawatan obstetri pasien pre eklampsia ringan :

1. Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
·         Bila desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm.
·         Bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
2. Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih)
·         Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan  untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
3. Cara persalinan
·         Persalinan dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu memperpendek kala II.

b)    Preeklampsia berat
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

Gejala dan tanda preeklampsi berat :
a.     Tekanan darah sistolik >160 mmHg
b.     Tekanan darah diastolik > 110 mmHg
c.      Peningkatan kadar enzim hati atau ikterus
d.     Trombosit <100.000/mm3
e.      Oliguria <400 ml/24 jam
f.       Proteinuria >3 gr/liter
g.     Nyeri epigastrium
h.     Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
i.       Perdarahan retina
j.       Odem pulmonal

Penyulit lain juga bisa terjadi: Kerusakan organ-organ tubuh gagal jantung, gagal ginjal gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah, sindroma HELLP, bahkan dapat terjadi kematian janin dan ibu.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan di bagi menjadi 2 yaitu: (1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segerah diakhiri atau diterminasi tambahan pengobatan medicinal: (2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap di pertahankan ditambahkan pengobatan medicinal.
1.     Perawatan aktif sedapat mungkin sebelumperawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan nonsteress test (NST) dan ultrasonografi (USG). Dengan indikasi (salah satu atau lebih) yakni:
Ø Ibu : Usia kehamilan 37 minggu atau lebih: adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia , kegagalan terapi konserfatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal, ada gejala-gejala status quo(tidak ada perbaikan)
Ø Janin: hasil fetal assessment jelek (NST & USG), adanya tanda IUGR.
Ø hasil laboratorium: adanya “HELP syindrom” (hemolisis dan peningkatan fumgsi hepar,trombositopenia).

2.     Pengobatan medicinal pasien preeklampsi berat (dilakukan di rumah sakit dan atas instruksi dokter) yaitu; segerah masuk rumah sakit; tirah baring miringke satuh sisi. Tanda vital di periksa setiap 30 menit, reflex patella setiap jam, infuse dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselangi dengan infur RL (60-125 cc/jam) 500 cc; berikan antisida; diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam; pemberiann obat anti kejang: MgSO4: diuretikum tidak di berikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM
3.     antihipertensi diberikan bila: tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP  lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
4.     Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat di berikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catepres injeksi. Dosis yang bisa di pakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infuse atau press di sesuaikan dengan tekanan darah.
5.     Bila tidak tersedia anti hipertensi parental dapat di berikan tablet ati hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai deberikan secara oral ( syakib bakri, 1997)
6.     Pengobatan jantung jika ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalis cepat dengan cedilanid D.
7.     Lain-lain: konsul bagian penyakit dalam jantung,, mata;obat-obat antiperitik diberikan bila suhu raktal lebih 38,5 C dapat di bantu dengan pemberian kompres dingin atau alcohol atau xylomidon 2 cc IM: antibiotic di berikan atas indikasi. Diberikan ampicilin 1 gr/6 jam/iv/hari ; anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL-50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

c)     Preeklampsia berat pada persalinan
Penanganan ibu dengan preeklampsia berat pada saat persalinan, dilakukan tindakan penderita dirawat inap antara lain:
1.     Istirahat mutlak dan di tempatkan dalam kamar isolasi; berikan diet rendah garam, lemak dan tinggi protein; berikan suntikan MgSO4 8 gr IM, 4 gr di bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri; suntikan dapat di ulang dengan dosis 4 gr setiap jam; syarat pemberian MgSO4 adalah reflex patella positif, dieresis 100 cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16 x/menit dan harus tersedian antidotumnya yaitu kalsiunm glukonas 10 % dalam ampul 10 cc; infuse dekstrose 5 % dan ringer laktat; berikan obat anti hipertensi ; injeksi katapres 3 x ½ tablet atau 2 x 1 / 2 tablet sehari; diuretika tidak di berikan, kcuali tersapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongesif. Untuk itu dapat di suntikan 1 ampul IV lakix; segerah setelah pemberian MgSO4 kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10 satuan dalam infuse tetes ( dilakukan oleh bidan atas instruksi dokter)
2.     Kala II harus di persingakat dalam 24 jam dengan ekstarksi vakum atau forceps, jadi ibu dilarang mengedan (dilakukan oleh dokter ahli kandungan); jangan di berikan methergin post partum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri; pemberian MgSO4 kalau tidak ada kontraksi , kemudian di teruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam post partum.
3.     Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesaria, perhatikan bahwa; tidak tesapat koagulopati; anastesi yang aman atau terpilih adalah anastesi umum jangan dilakukan anastesi local, sedang anastesi spina berhubungan dengan resiko (dilakukan oleh dokter ahli kandungan)
4.     Jikan anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterem terlalu kecil, lakukan persalinan pervaginam. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dextrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin (atas instruksi dokter boleh di berikan bidan)

d)    Pengobatan obstetric
1.     Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu
(a)  Induksi persalinan ; tetesan oksitosin dengan syarat nilai bishop atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
(b) Seksio sesaria ( dilakukan oleh dokter ahli kandungan), bila fetal assessment jelek. Syarat tetesan oksitosin tidak di penuhi (nilai bishop kurang dari 5) atau kontraindikasi tetesan oksitosin; 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin tidak di penuhi (nilai bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksi; 12 jam setelalah di mulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih di arahkan untuk dilakukan fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria
2.     Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu.
Kala I fase laten: 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.; fase aktif: amniotomi saja, bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria ( bila perlu dilakukan tetesan oksitosin)
Kala II: pada persalinan pervaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomi dengan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medicinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan memungkin, terminasi di tunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
3.     Perawatan preeklampsia berat pada post partum
Pemberian anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum kejang terakhir; teruskan terapi anti hipertensi tekanan diastolic masih > 110 mmHg; pantau jumlah urin
4.     Cara pemberian MgSo4
Ø Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4 IV (20% dalam 20cc) selama 1 gr/ menit kemasan 20%dalam 25cc larutan MgSO5 (3-5 menit). Diikuti segera 4 gr di bokong kanan ( 40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2 % yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
Ø dosis ulang: diberikan 4 gr IM 40% setelah memberikan dosis awal lalu dosis ulang di berikan 4 gr IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melibihi 2-3 hari.
Ø Syarat-syarat pemberian MgSO4 tersedia antidotum MgSO4 yaitu kalsium glukona 10%, 1 gram ( 10% dalam cc) diberikan intravena dalam 3 menit; reflex patella positif kuat; frekuensi pernapasan lebih 16 kali menit;produksi uren lebih 100 cc dalam 4 jam sebelum ( 0,5 cc/ kg/bb/jam)
Ø MgSO4 dihentikan bila; ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, reflex fisiologi menurun, fungsi hati tergangu, depresi SPP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otat-otot pernafasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologi menghilang pada kadar 8-10 mEq/ liter. Kadar 12-15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar