Pre eklampsia
1.
Pengertian pre eklampsia
Pre eklampsia adalah penyakit dengan
tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul karena ke hamilan.
Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (prawirohardjo 2005).
pre
eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam
masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria dan edema yang
kadang-kadang di sertai konvulusi sampai koma, ibu tersebut tidak menunjukkan
tanda-tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (muchtar, 1998)
2. Etiolagi
penyebab
pre eklampsi saat ini tak bisa di ketahui
dengan
pasti walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini suda sedemikian
maju. Semuanya baru di dasarkan pada teori yang yang di hubung-hubungkan dengan
kejadian. Itulah sebabnya pre eklampsi di sebut juga “ disease of theory”,
gangguan kesehatan yang berasumsi pada teori . adapun teori-teori tersebut
antara lain:
a. Peran
prostasiklin dan tromboksan
Pada pre elampsi dan
eklamsia di dapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi
penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat,
aktivasi pengumpalan dan fibronolisi, yang kemudian akan dig anti thrombin dan
plasmin. Thrombin akan mengkomsumsi anti thrombin, sehingga terjadi deposit
fibrin. Aktifasi trombosit memyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terkadi vasopasme dan kerusakan endotel.
b. Peran
faktor imonologis
Pre eklampsi sering
terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya.
Hal ini dapat di terangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking
antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada
kehamilan berikutnya. Fierle FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung
adanya system imun pada penderita PE-E. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai
kompleks imun dan serum, beberepa studi juga mendapatkan adanya aktifasi system
komplemen pada PE-E di ikuti proteuri.
Sitirat (1986)
meyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa system imun
humoral dan aktivas komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa
system imunologi bisa menyebabkan PE-E.
c. Faktor
genetic
Beberapa bukti yang menunjukka peran faktor genetic pada kejadian PE-E
antara lain:
1) Pre
eklampsia hanya terjadi pada manusia
2) Terdapat
kecendrungan peningkatan frekwensi
PE-E
3) Kecendrungan
peningkatan frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan
bukan pada ipar mereka
4) Peran
rennin-antigiotensin-aldosteron system (RAAS)
Yang jelas preeklampsi
merupakansalah satu penyebab kematian pada ibu hamil, disamping infeksi dan
perdarahan. Oleh sebab itu , bila ibu hamil suda ketahuan berisiko, terutama
sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat
kondisi kehamilan tersebut.
Beberapa penelitian
meyebutkan beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklampsi dan
eklampsi, faktor-faktor tersebut antara lain, gizi buruk, kegemukan dan
gangguan aliran darah ke rahim. Faktor terjadinya preeklamsi umunya terjadi
pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan [pada
wanita diatas usia 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan
darah yang tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsi
sebelumnya, riwayat preeklamsi pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan,
mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing manis,kelainan ginjal,
lupus atau rematoid arthritis.
3. Patofisiologi.
Vasokontriksi
merupakan dasar pathogenesis PE-E. vasokontriksi menimbulkan peningkatan total
perifer system dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan
menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,
kebocoran arteriole di sertai pendarahan mikro pada tempat indotel. Selain itu
Hubel(1989) mengatakan bahwa adanya vasokontriksi arteri spiralis dan
menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan
menimbulkan malapdatasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber
reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri
memerlukan peningkatan konsumsi oksidasi, sehingga dengan demikian akan
mengganggu metabolisme di dalam sel periksedase. Lemak adalah hasil proses
oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh.
Periksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara
periksidase terganggu, dimana periksidase dan oksidan lebih dominan maka akan
timbul keadaan yang di sebut stess oksidatif.
Pada
PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plesenta menjadi sumber terjadinya
peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung
transferring, ion tembaga dan sulfidril yang berperan sebagai anti oksidan yang
cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikantan
lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang di
lewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel
indotel tersebut. Rusaknya sel-sel indotel tersebut akan mengakibatkan antra
lain: adhesi dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel
terhadap plasma, terlepasnya ensim lisososom, tromboksan dan serotonin sebahai
akibat rusaknya trombosit, produksi prostasiklin terhenti, terganggunya
keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat
komsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
4. Jenis-jenis
preeklamsi
a) Preeklampsi
ringan.
Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan/atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit
trofoblas.
Penyebab
pre eklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala
akibatnya
Gejala klinis pre eklampsia ringan meliputi :
1. Kenaikan tekanan darah sistol 30
mmHg atau lebih; diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil
pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160
mmHg; diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
2. Proteinuria : secara kuantitatif
lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 (+2).
3. Edema pada pretibia, dinding
abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
Pemeriksaan dan Diagnosis:
1. Kehamilan lebih 20 minggu.
2. Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg
atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat
(untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit).
3. Edema tekan pada tungkai
(pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai.
4. Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24
jam, kualitatif (++).
Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre eklampsia ringan :
·
Banyak
istirahat (berbaring tidur / mirring).
·
Diet
: cukup protein, rendah karbohidraat, lemak dan garam.
·
Sedativa
ringan : tablet phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oral
selama 7 hari.
·
Roborantia
·
Kunjungan
ulang setiap 1 minggu.
·
Pemeriksaan
laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine lengkap,asam urat
darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
Penatalaksanaan rawat tinggal pasien
pre eklampsia ringan berdasarkan kriteria
1. Setelah 2 minggu pengobatan rawat
jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala pre eklampsia.
2. Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau
lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu).
3. Timbul salah satu atau lebih gejala
atau tanda-tanda pre eklampsia berat
o Bila setelah 1 minggu perawatan di
atas tidak ada perbaikan maka preeklampsia ringan dianggap sebagai pre
eklampsia berat.
o Bila dalam perawatan di rumah sakit
sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita
tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan
perawatan rawat jalan.
Perawatan obstetri pasien pre eklampsia ringan :
1. Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
·
Bila
desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinan ditunggu sampai
aterm.
·
Bila
desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka
kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
2. Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih)
·
Persalinan
ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk
melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
3. Cara persalinan
·
Persalinan
dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu memperpendek kala II.
b) Preeklampsia berat
Preeklampsia berat adalah suatu
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg
atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau
lebih.
Gejala dan tanda preeklampsi berat :
a. Tekanan darah sistolik >160 mmHg
b. Tekanan darah diastolik > 110
mmHg
c. Peningkatan kadar enzim hati atau ikterus
d. Trombosit <100.000/mm3
e. Oliguria <400 ml/24 jam
f. Proteinuria >3 gr/liter
g. Nyeri epigastrium
h. Skotoma dan gangguan visus lain atau
nyeri frontal yang berat
i. Perdarahan retina
j. Odem pulmonal
Penyulit lain juga bisa terjadi: Kerusakan organ-organ tubuh
gagal jantung, gagal ginjal gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah,
sindroma HELLP, bahkan dapat terjadi kematian janin dan ibu.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan di bagi menjadi 2 yaitu: (1)
Perawatan aktif yaitu kehamilan segerah diakhiri atau diterminasi tambahan
pengobatan medicinal: (2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap di
pertahankan ditambahkan pengobatan medicinal.
1. Perawatan aktif sedapat mungkin
sebelumperawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal
assessment yakni pemeriksaan nonsteress test (NST) dan ultrasonografi (USG).
Dengan indikasi (salah satu atau lebih) yakni:
Ø Ibu : Usia kehamilan 37 minggu atau
lebih: adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia , kegagalan terapi
konserfatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan
darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal, ada gejala-gejala status
quo(tidak ada perbaikan)
Ø Janin: hasil fetal assessment jelek
(NST & USG), adanya tanda IUGR.
Ø hasil laboratorium: adanya “HELP
syindrom” (hemolisis dan peningkatan fumgsi hepar,trombositopenia).
2. Pengobatan medicinal pasien
preeklampsi berat (dilakukan di rumah sakit dan atas instruksi dokter) yaitu;
segerah masuk rumah sakit; tirah baring miringke satuh sisi. Tanda vital di
periksa setiap 30 menit, reflex patella setiap jam, infuse dextrose 5% dimana
setiap 1 liter diselangi dengan infur RL (60-125 cc/jam) 500 cc; berikan antisida;
diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam; pemberiann obat anti
kejang: MgSO4: diuretikum tidak di berikan kecuali bila ada tanda-tanda edema
paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi
40 mg/IM
3. antihipertensi diberikan bila: tekanan
darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah
tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan
perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada
umumnya.
4. Bila dibutuhkan penurunan tekanan
darah secepatnya, dapat di berikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan
kontinyu), catepres injeksi. Dosis yang bisa di pakai 5 ampul dalam 500 cc
cairan infuse atau press di sesuaikan dengan tekanan darah.
5. Bila tidak tersedia anti hipertensi
parental dapat di berikan tablet ati hipertensi secara sublingual diulang
selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka
obat yang sama mulai deberikan secara oral ( syakib bakri, 1997)
6. Pengobatan jantung jika ada
tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalis cepat dengan cedilanid
D.
7. Lain-lain: konsul bagian penyakit
dalam jantung,, mata;obat-obat antiperitik diberikan bila suhu raktal lebih
38,5 C dapat di bantu dengan pemberian kompres dingin atau alcohol atau
xylomidon 2 cc IM: antibiotic di berikan atas indikasi. Diberikan ampicilin 1
gr/6 jam/iv/hari ; anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena
kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL-50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
c) Preeklampsia berat pada persalinan
Penanganan ibu dengan preeklampsia
berat pada saat persalinan, dilakukan tindakan penderita dirawat inap antara
lain:
1. Istirahat mutlak dan di tempatkan
dalam kamar isolasi; berikan diet rendah garam, lemak dan tinggi protein;
berikan suntikan MgSO4 8 gr IM, 4 gr di bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri;
suntikan dapat di ulang dengan dosis 4 gr setiap jam; syarat pemberian MgSO4
adalah reflex patella positif, dieresis 100 cc dalam 4 jam terakhir, respirasi
16 x/menit dan harus tersedian antidotumnya yaitu kalsiunm glukonas 10 % dalam
ampul 10 cc; infuse dekstrose 5 % dan ringer laktat; berikan obat anti
hipertensi ; injeksi katapres 3 x ½ tablet atau 2 x 1 / 2 tablet sehari;
diuretika tidak di berikan, kcuali tersapat edema umum, edema paru dan
kegagalan jantung kongesif. Untuk itu dapat di suntikan 1 ampul IV lakix;
segerah setelah pemberian MgSO4 kedua, dilakukan induksi partus dengan atau
tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10 satuan dalam infuse tetes (
dilakukan oleh bidan atas instruksi dokter)
2. Kala II harus di persingakat dalam
24 jam dengan ekstarksi vakum atau forceps, jadi ibu dilarang mengedan (dilakukan
oleh dokter ahli kandungan); jangan di berikan methergin post partum, kecuali
bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri; pemberian MgSO4 kalau
tidak ada kontraksi , kemudian di teruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam
24 jam post partum.
3. Bila ada indikasi obstetric
dilakukan seksio sesaria, perhatikan bahwa; tidak tesapat koagulopati; anastesi
yang aman atau terpilih adalah anastesi umum jangan dilakukan anastesi local,
sedang anastesi spina berhubungan dengan resiko (dilakukan oleh dokter ahli
kandungan)
4. Jikan anastesi umum tidak tersedia
atau janin mati, aterem terlalu kecil, lakukan persalinan pervaginam. Jika
serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dextrose
10 tetes/menit atau dengan prostaglandin (atas instruksi dokter boleh di
berikan bidan)
d) Pengobatan obstetric
1. Cara terminasi kehamilan yang belum
inpartu
(a) Induksi persalinan ; tetesan
oksitosin dengan syarat nilai bishop atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
(b) Seksio sesaria ( dilakukan oleh
dokter ahli kandungan), bila fetal assessment jelek. Syarat tetesan oksitosin
tidak di penuhi (nilai bishop kurang dari 5) atau kontraindikasi tetesan
oksitosin; 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin tidak di penuhi (nilai
bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksi; 12 jam setelalah
di mulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih
di arahkan untuk dilakukan fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk
dilakukan terminasi dengan seksio sesaria
2. Cara terminasi kehamilan yang sudah
inpartu.
Kala I fase laten: 6 jam belum masuk
fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.; fase aktif: amniotomi saja, bila 6
jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio
sesaria ( bila perlu dilakukan tetesan oksitosin)
Kala II: pada persalinan pervaginam
maka kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomi dengan tetesan
oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan
medicinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan memungkin,
terminasi di tunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
3. Perawatan preeklampsia berat pada
post partum
Pemberian anti konvulsan diteruskan
sampai 24 jam postpartum kejang terakhir; teruskan terapi anti hipertensi tekanan
diastolic masih > 110 mmHg; pantau jumlah urin
4. Cara pemberian MgSo4
Ø Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4 IV
(20% dalam 20cc) selama 1 gr/ menit kemasan 20%dalam 25cc larutan MgSO5 (3-5
menit). Diikuti segera 4 gr di bokong kanan ( 40 % dalam 10 cc) dengan jarum no
21 panjang 3,7 cm. untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2 %
yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
Ø dosis ulang: diberikan 4 gr IM 40%
setelah memberikan dosis awal lalu dosis ulang di berikan 4 gr IM setiap 6 jam
dimana pemberian MgSO4 tidak melibihi 2-3 hari.
Ø Syarat-syarat pemberian MgSO4
tersedia antidotum MgSO4 yaitu kalsium glukona 10%, 1 gram ( 10% dalam cc)
diberikan intravena dalam 3 menit; reflex patella positif kuat; frekuensi
pernapasan lebih 16 kali menit;produksi uren lebih 100 cc dalam 4 jam sebelum (
0,5 cc/ kg/bb/jam)
Ø MgSO4 dihentikan bila; ada
tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, reflex fisiologi
menurun, fungsi hati tergangu, depresi SPP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat
menyebabkan kematian karena kelumpuhan otat-otot pernafasan karena ada serum 10
U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologi
menghilang pada kadar 8-10 mEq/ liter. Kadar 12-15 mEq/liter terjadi kematian
jantung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar